Mengurai Konflik Sosial Di Balik Proyek Tambang Pasir Laut Di Wilayah Tangkap Nelayan Kodingareng

MUHAMMAD LUTFI
MUHAMMAD LUTFI

Jumat, 02 Oktober 2020 01:20

Mengurai Konflik Sosial Di Balik Proyek Tambang Pasir Laut Di Wilayah Tangkap Nelayan Kodingareng

Oleh: Herli, Aliansi Selamatkan Pesisir.

TROROAR.ID – Kapal keruk TSHD Queen of Nethederlands berbendera Cyprus berada di perairan Kota Makassar sejak tanggal 12 Februari 2020, h

Hal ini dibenarkan dengan adanya surat pemberitahuan yang di keluarkan oleh kepala Kantor kesyabadaran utama Makassar bernomor ; 002/186/25/syb mks-2020. Inti dari Isi surat pemberitahuan tersebut adalah bahwa Kapal keruk TSHD Queen of Nethederlands milik PT. Royal Boskalis akan melakukan pengerukan pasir di perairan Galesong Utara tepatnya di wilayah tangkap nelayan Pulau Kodingareng Lompo “Bone Malonjo”

Satu hari setelah pengumuman beredar di media sosial, Kapal keruk TSHD Queen of Netherlands milik PT. Boskalis mulai melaksanakan penambangan pasir di daerah Copong Lompo (nama tradisional wilayah tangkap nelayan) yang merupakan wilayah tangkap andalan nelayan pulau Kodingareng.

Di balik Konflik sosial yang terjadi di Pulau Kodingareng Lompo, tidak terlepas dari aktivitas penambangan pasir laut yang dilakukan kapal Queen of Netherlands di wilayah tangkap nelayan, sehingga melahirkan rentetan konflik di semua sektor kehidupan masyarakat, tak terkecuali disektor kehidupan sosial-ekonomi masyarakat pulau.

Konflik vertikal mulai ada, sejak masifnya gerakan penolakan tambang pasir yang dilakukan masyarakat pulau Kodingareng Lompo, hampir semua masyarakat pulau bersatu, mulai dari nelayan, perempuan, pemuda dan anak-anak.

Sehingga gerakan ini mulai dirilik oleh publik. Lebih masif lagi gerakan masyarakat pasca seorang nelayan bernama Dg. Manre ditangkap oleh Polairud Polda Sulsel dengan tuduhan melakukan pengerusakan mata uang dan merendahkan martabat negara.

Seorang nelayan ini dikenakan melanggar pasal 35 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Jika kita lihat kronologisnya, apa yang dilakukan nelayan tersebut hanya merobek amplop pemberian perusahaan kepada salah satu temannya yang juga berprofesi sebagai nelayan.

Dan tidak bermaksud merobek uang di dalamnya. Akhirnya beberapa minggu nelayan ini ditahan oleh Polairud dengan tuduhan yang tidak masuk akal.

Aksi penangkapan ini, berawal dari protes dari masyarakat pulau yang menolak keras terhadap pemilik konsesi tambang (PT. Benteng laut Indonesia dan PT. Alefu) dan PT. Boskalis yang telah menghancurkan kehidupan nelayan. Karena nelayan mengaggap Copong merupakan kantor uang bagi semua nelayan.

Ini menjadi alasan utama nelayan melakukan perlawanan. Dari bulan ke bulan semakin banyak organisasi masyarakat sipil, organisasi mahasiswa, dan individu merdeka yang tergabung dalam aliansi selamatkan pesisir (ASP) yang ikut adil dalam perjuangan mempertahan sumber penghidupan nelayan.

Aliansi Selamatkan Pesisir menilai aksi kriminalisasi nelayan menuai banyak kejanggalan diantaranya, (1) Barang bukti yang dipakai oleh penyidik polairud berupa video siaran langsung salah satu masyarakat yang turut hadir saat peristiwa tersebut. (2) Katanya sisa robekan amplop berupa uang yang sangat amat kecil dan sangat lemah keabsahannya jika dijadikan barang bukti. (3) Sulitnya akses bantuan hukum yang dilakukan oleh pihak Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar.

Dengan alasan ini Aliansi Selamatkan Pesisir melalui organisasi bantuan makassar (LBH) mengajukan pra peradilan. Selang beberapa hari pra peradilan akan digelar pihak keluarga nelayan yang di kriminaliasi mencabut kuasa hukum dari LBH sebagai pendamping hukum. Dan yang menjadi ganti dari penjamin ditangguhkannya nelayan tersebut adalah beberapa orang masyarakat yang diduga mendukung kegiatan penambangan pasir tersebut.

Berangkat dari hal tersebut dibangunlah narasi bahwa LBH dan ASP tidak mampu membebaskan nelayan yang dikriminalisasi. Ini kemudian menjadi celah untuk melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap Tim ASP yang selama ini mendampingi masyarakat Kodingareng.

Sebagai akibat dari upaya pelemahan kepercayaan masyarakat yang memicu aksiden pengusiran Tim ASP di salah satu RK yang dari awal dapat dikatakan sebagai daerah sentral gerakan penolakan kegiatan tambang pasir.

Peristiwa tersebut jadi pemicu konflik vertikal sesama masyarakat pulau. Masyarakat di beberapa RK lainnya marah atas aksiden tersebut.

Isu pengusiran serta penyerangan antara satu RK dengan RK lainnya kemudian membuat situasi jadi semakin rumit. Karena konsentrasi masyarakat tidak lagi pada penghentian tambang pasir namun berubah jadi konflik antar warga yang tetap ingin Tim ASP berada di Pulau Kodingareng dengan warga yang menolak keberadaan Tim ASP.

Sebelum insiden pengusiran yang menjadi puncak memanasnya konflik sesama warga terjadi, isu pembagian CSR menyebar dengan cepat di masyarakat. Ada yang tetap bertahan lebih memilih tidak makan daripada mengambil uang CSR yang dianggap sebagai sogokan tersebut.

Ada juga yang mengambil karena diinstruksikan baik dari juragan (jika berprofesi sebagai nelayan) dan juga aparat pemerintahan dalam hal ini yang ditemui di lapangan adalah beberapa Ketua RK/RT.

Banyak masyarakat yang tidak terima dengan CSR karena diduga sebagai sogokan dengan tujuan melemahkan gerakan penolakan masyarakat dibuktikan dengan surat perjanjian yang intinya menegaskan bahwa

“Ketika masyarakat telah menerima CSR senilai Rp 1.000.000 tidak boleh menolak kegiatan tambang pasir laut”.

Implikasi dari hal ini adalah perselisihan antar warga yang terima dengan tidak terima CSR. Menyebabkan tidak hanya percek-cokan namun juga sampai pada pemutusan silaturahmi antar warga.

Masih panas konflik antar masyarakat intervensi dan intimidasi dari aparat Negara dalam hal ini Polairud juga semakin memekik masyarakat. dengan dilakukannya penggeledahan dan pengambilan gambaran tanpa memperlihatkan surat izin memberikan rasa tidak aman dan nyaman bagi masyarakat.

Banyak nelayan yang kemudian tidak melaut karena takut akan ditangkap oleh pihak Polairud saat melaut. Keadaan juga di perparah ketika Polairud dengan semena-mena menangkap massa aksi ketika baru saja telah melakukan aksi laut persis di tempat PT Boskalis menambang.

Kapal yang mengangkut massa aksi belum lagi bersandar di bibir pantai ketika pihak Polairud mengeluarkan tembakan peringatan sebanyak tiga kali. Dan merusak dengan menabrak kapal nelayan yang menjadi massa aksi waktu itu.

Adapun penguraian konflik yang terjadi di Pulau Kodingareng Lompo sampai saat ini adalah konflik horizontal antar masyarakat yang menolak kegiatan tambang pasir laut, pihak yang melakukan penambangan pasir laut dan pemerintah sebagai pihak yang memberikan izin penambangan.

Sedangkan konflik vertikal yang tercipta adalah sesama masyarakat Kodingareng yang menolak adanya kegiatan tambang pasir dengan yang mendukung kegiatan tambang pasir.

Begitulah uraian singkat perihal konflik sosial yang terjadi di Pulau kodingareng Lompo sebagai implikasi dari adanya aktivitas tambang pasir laut oleh kapal Queen of Netherlands (Boskalis) di wilayah tangkap nelayan. Konflik sosial sangat kompleks dari semua pihak terkait baik yang menolak maupun yang mendukung tambang pasir laut.(***)

 Komentar

Berita Terbaru
Politik29 Maret 2024 04:22
Partai NasDem Sulsel Siapkan Arham Basmin Sebagai Calon Kuat di Pilkada Luwu
Dalam persiapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024, Partai NasDem di Provinsi Sulawesi Selatan telah menegaskan akan mengusung kader inte...
News28 Maret 2024 22:04
PJ Bupati Luwu Serahkan LKPD TA 2023 ke BPK
Pj. Bupati Luwu, Muh. Saleh, menyerahkan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) (Unaudited) T.A. 2023 kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perw...
Politik28 Maret 2024 20:16
NasDem Siapkan Fatmawati Rusdi Sebagai Calon Walikota Makassar di Pemilihan 2024
Partai NasDem telah menyiapkan satu nama yang akan didorong maju dalam Pemilihan Walikota Makassar 2024. Nama tersebut adalah Fatmawati Rusdi....
Metro28 Maret 2024 19:39
PD Tidar Sulsel Menggelar Acara Buka Puasa Bersama Ratusan Anak Yatim
Pengurus Daerah Tidar yang juga sayap partai Gerindra menggelar buka puasa bersama ratusan anak yatim di hotel Remcy Makassar ...