Makassar, Trotoar.id – Ketua Badan Pengurus Wilayah (BPW) Kerukunan Keluarga Luwu Raya (KKLR) Sulawesi Selatan, Ir. Hasbi Syamsu Ali, MM, menegaskan bahwa aktivitas tambang di hulu sungai merupakan salah satu penyebab utama terjadinya bencana alam dan kemiskinan di Luwu Raya.
Hal ini disampaikannya setelah mengikuti kegiatan Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan oleh Majelis Wilayah Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (MW KAHMI) Sulsel di Hotel MaxOne Makassar pada Sabtu, 28 September 2024.
FGD tersebut membahas bencana banjir dan tanah longsor yang sering terjadi di Sulawesi Selatan, khususnya di wilayah Luwu Raya yang mencakup Kabupaten Luwu dan Luwu Utara.
Baca Juga :
Kegiatan ini menarik perhatian berbagai pihak karena Luwu Raya merupakan daerah yang paling sering terdampak bencana tersebut.
Siapa yang Berpartisipasi? Kegiatan ini dihadiri oleh puluhan instansi, lembaga, dan organisasi yang peduli terhadap lingkungan hidup dan penanggulangan bencana.
Salah satu peserta yang mendapat sorotan adalah Hasbi Syamsu Ali, yang juga alumni Lemhanas. Ia menyampaikan pandangannya kepada media setelah acara.
Dalam FGD tersebut, Hasbi menyoroti fakta bahwa aktivitas tambang sering kali menjadi pemicu utama terjadinya bencana alam, seperti banjir dan tanah longsor.
Ia menjelaskan bahwa data dan fakta yang terungkap dalam diskusi menunjukkan adanya korelasi kuat antara aktivitas tambang di hulu sungai dan bencana yang terjadi di daerah hilir.
“Tambang di hulu sering kali menyebabkan kerusakan lingkungan yang berujung pada bencana alam di daerah hilir, seperti banjir dan tanah longsor. Masyarakat yang tinggal di sekitar tambang harus menanggung dampaknya,” ungkap Hasbi.
Menurut Hasbi, selain bencana alam, keberadaan tambang juga memicu konflik kepemilikan lahan antara warga lokal dan perusahaan tambang.
Konflik ini kerap kali menempatkan masyarakat pada posisi yang lemah dan menyebabkan mereka kehilangan hak atas lahan yang mereka miliki selama bertahun-tahun.
“Masyarakat di sekitar tambang bukan hanya kehilangan lahan, tetapi juga sumber penghasilan jangka panjang. Meski diberi kompensasi, kehilangan lahan kebun yang menjadi sumber nafkah membuat mereka semakin terperosok dalam kemiskinan,” tambah Hasbi.
Hasbi juga menegaskan bahwa bencana banjir dan tanah longsor yang sering terjadi di Luwu Raya belakangan ini dipicu oleh aktivitas tambang di hulu sungai.
Masyarakat yang tinggal di daerah hilir selalu menjadi korban bencana yang datang hampir setiap tahun, baik secara materi maupun non-materi.
“Setiap tahun mereka harus menghadapi bencana yang sama, dan hal ini membuat mereka semakin miskin. Bencana ini tidak hanya merusak harta benda, tetapi juga mempengaruhi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat,” jelasnya.
Hasbi berharap pemerintah dapat meninjau kembali izin-izin tambang yang ada di hulu sungai dan melakukan pengelolaan yang lebih bijaksana serta memperhatikan kearifan lokal.
Ia menekankan pentingnya mendengarkan suara rakyat kecil agar mereka tidak semakin terpuruk dalam kemiskinan.
“Kita tidak anti terhadap tambang, tetapi semua aktivitas pertambangan harus dilakukan dengan bijak. Pemerintah harus mendengarkan keluhan masyarakat dan memastikan tambang tidak menambah penderitaan mereka,” pungkas Hasbi.
Komentar