TROTOAR.ID, Sinjai – Komite Pemantau Lagislatif (KOPEL) menganggap Bupati Sinjai telah mengangkangi atau melanggar Peraturan Menteri (Permen) No 11/2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, saat melakukan Mutasi ke sejumlah Apartur Sipil Negara (ASN) di lingkup Pemda Sinjai pada beberapa waktu lalu.
Hal tersebut mulai terbuka ke publik pasca
KOPEL melakukan kajian kritis terhadap sejumlah proses mutasi di bawah kepemimpinan Andi Seto Gadhista Asapa bersama wakilnya Andi Kartini Ottong.
“Belakangan ini kami mengkaji ada beberapa aturan Permen 11/2017 yang dilanggar oleh Bupati Sinjai dalam mutasi,” kata salah satu pegiat demokrasi dan reformasi birokrasi di KEPOL Indonesia, Ahmad Tang, Selasa, (24/11/2020).
Baca Juga :
Sambung dia, dalam Permen tersebut menjelaskan bahwasanya mutasi dilakukan terhadap pegawai/Aparatur Sipil Negara yang sama pada waktu kurang lebih setahun dan terdapat ASN yang telah terbukti melanggar disiplin ASN yang termaktub pada PP No. 53/2010.
“Berdasarkan Surat Keputusan Sekretaris Daerah (SK Sekda) Nomor: 863/29.001/BKPSDMA, tertanggal 31 Agustus 2020 tentang penjatuhan hukuman disiplin penundaan kenaikan gaji berkala,” ujar dia.
KOPEL mengklaim telah menemukan sejumlah kejanggalan alias cacat prosedur dari tahap awal hingga mutasi pada 17 November 2020 kemarin.
“Rotasi, mutasi, dan promosi, berpotensi terjadi Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) hingga muatan politik,” ungkap dia.
Langkah Bupati Sinjai juga dinilai oleh Ahmad Tang tidak berdasar pada penilaian yang objektif serta tak mengindahkan aturan-aturan yang berlaku.
“Bupati Sinjai tidak boleh gegabah dan jangan semaunya, harus wajib mentaati peraturan yang ada,” tegasnya.
Sejauh ini, KOPEL telah meminta langsung Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia (Kemenpan RB RI) untuk turun tangan menyikapi mutasi yang dilakukan Bupati Sinjai.
Terpisah, Andi Lukman sebagai pengamat pemerintahan sekaligus Akademisi Universitas Hasanuddin ikut angkat bicara. Menurutnya, hal ini memang berkontradiksi dengan aturan yang ada.
“Seakan menggambarkan ketidakharmonisan elit pemerintahan,” pungkas dia.
Sementara itu, Aktivis Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia Sinjai, Yusri menanggapi ini seperti senjata politik pemerintah dalam menyikapi aparatur yang berbelok atau yang keras kepala.
“Tapi terlepas dari itu, bisa jadi juga dijadikan sebagai jalan pintas bagi pejabat yang merasa dekat dengan bupati atau pimpinan daerah untuk memboyong jabatan yang lebih spesial, misal di Kabupaten Sinjai,” tendasnya. (Al/Ah/Jmd)
Komentar