TROTOAR.ID,MAKASSAR – Kantor Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan kembali digruduk oleh puluhan mahasiswa yang tergabung dalam gerakan mahasiswa Sulbar, Selasa (23/7/2019).
Dimana, Massa aksi mendesak penuntasan dua kasus dugaan korupsi yang telah diusut oleh Bidang Pidana Khusus Kejati Sulsel.
Kedua kasus tersebut masing masing kasus dugaan korupsi pengadaan 1 juta bibit kopi di Kabupaten Mamasa serta kasus dugaan korupsi dana aspirasi DPRD Sulbar tahun 2016.
Baca Juga :
“Kami mendesak adanya kepastian hukum kedua kasus dugaan korupsi tersebut. Kejati harus transparan sejauh mana perkembangan kedua kasus dugaan korupsi yang terjadi di wilayah Sulbar itu,” kata Jenderal Lapangan aksi gerakan mahasiswa Sulbar, Richi Richardo dalam orasinya.
Ia berharap Kepala Kejati Sulsel yang baru, Firdaus Dewilmar mengevaluasi kinerja penyidiknya sehingga penanganan kedua kasus dugaan korupsi tersebut dapat berjalan maksimal.
“Kalau tak mampu yah sebaiknya turun saja dari jabatannya,” cetus Richi.
Sekedar diketahui, kasus dugaan korupsi pengadaan 1 juta bibit kopi di Kabupaten Mamasa, Sulbar tersebut, Kejati Sulsel telah berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Meski demikian, penyidik saat ini masih fokus berupaya menuntaskan terlebih dahulu penyidikan pada seorang tersangka dalam kasus tersebut.
Sembari menunggu hasil perhitungan kerugian negara dari Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan Sulawesi Selatan (BPKP Sulsel.
Dalam kasus dugaan korupsi pengadaan 1 juta bibit kopi di Kabupaten Mamasa, Sulbar tersebut, tim penyidik baru menetapkan seorang pejabat Pemerintah Daerah (Pemda) Mamasa, Sulawesi Barat (Sulbar) inisial N sebagai tersangka.
Kegiatan pengadaan 1 juta bibit kopi di Kabupaten Mamasa, Sulbar pada tahun 2015 yang dimenangkan oleh PT. Surpin Raya diduga mengadakan bibit yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang tertera dalam dokumen lelang.
Dari hasil penyidikan yang dilakukan penyidik Pidsus Kejati Sulsel, pihak rekanan dalam hal ini PT. Surpin Raya diduga mengambil bibit dari pusat penelitian kopi dan kakao (PUSLITKOKA) Jember sebagai penjamin suplai dan bibit. Diduga bibit dari Puslitkoka tersebut merupakan hasil dari stek.
Dimana dalam dokumen lelang disebutkan pengadaan bibit kopi menggunakan anggaran senilai Rp 9 miliar dan juga disebutkan bahwa bibit kopi unggul harus berasal dari uji laboratorium dengan spesifikasi Somatic Embrio (SE).
Namun dari 1 juta bibit kopi yang didatangkan dari Jember tersebut, terdapat sekitar 500 ribu bibit kopi yang diduga dari hasil stek batang pucuk kopi yang dikemas di dalam plastik dan dikumpulkan di daerah Sumarorong, Kabupaten Mamasa, Sulbar.
Biaya produksi dari bibit labolatorium diketahui berkisar Rp 4.000 sedangkan biaya produksi yang bukan dari laboratorium atau hasil stek tersebut hanya Rp 1.000. Sehingga terjadi selisih harga yang lumayan besar.
Sementara kasus dugaan korupsi aspirasi DPRD Sulbar tahun 2016. Diam-diam bidang Pidsus Kejati Sulsel dikabarkan kembali membuka penyelidikan baru pasca keempat tersangka dalam kasus tersebut telah divonis bebas ditingkat Kasasi. (rin/**)
Komentar