Trotoar.id, Makassar — Pernyataan yang pernah dilontarkan Mantan Bupati Gowa, Ichsan Yasin Limpo (IYL) berkaitan dengan akan adanya bakal calon Gubernur Sulsel yang tidak bisa maju pada Pilgub Sulsel karena pidana berulang dinilai keliru. Jika pernyataan IYL tersebut merujuk pada bakal calon Gubernur Sulsel, Nurdin Halid (NH) yang pernah tertimpa kasus pidana berulang, maka hal itu tidak akan bisa dijadikan penghalang.
Sebab hal tersebut telah diatur di dalam PKPU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota. Dalam peraturan tersebut, dijelaskan bahwa Warga Negara Indonesia dapat menjadi Calon Gubernur jika memenuhi persyaratan bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang, kecuali bagi Mantan Terpidana yang telah selesai menjalani masa pidananya paling singkat 5 (lima) tahun sebelum jadwal pendaftaran.
Baca Juga :
“Aturan itu berlaku jika pelaku kejahatan berulang belum cukup mencapai 5 tahun sejak keluar dari tahanan hingga hari pertama pendaftaran calon di KPU,” ujar Pengamat Nuranic Starategis, Nurmal Idrus saat dihubungi, Selasa (21/11).
Bahkan, lanjut Nurmal, apabila terjadi kondisi tersebut, calon tidak wajib lagi untuk memenuhi syarat secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik
“Di PKPU No 3 Tahun 2017 pasal 4 (g), pengecualian itu disebutkan. Jika seorang mantan napi telah lebih dari 5 tahun sejak keluar dari tahanan, ia tak wajib lagi mengumumkan ke publik bahwa ia seorang mantan napi,” terangnya.
Dengan demikian, aturan tersebut dinilai tidak akan menghalangi langkah NH untuk maju pada bursa Pilgub Sulsel. “Maka aturan itu tak berlaku padanya karena dia keluar dari tahanan sejak 2006,” tuturnya.
Selain itu, imbuh Nurmal, kejahatan yang sama sekali dilarang untuk ikut pilkada adalah kejahatan seksual dan bandar narkoba menurut aturan yang berlaku. Sehingga, ia mengatakan, interpretasi terkait aturan tersebut tidak boleh dimaknai secara parsial.
Diketahui, NH pernah ditahan sebagai tersangka dalam kasus penyelundupan gula impor ilegal pada tanggal 16 Juli 2004. Namun, NH kemudian dinyatakan tidak bersalah atas tuduhan tersebut oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan dibebaskan sebelum dibatalkan Mahkamah Agung pada 13 September 2007.
Kasus selanjutnya menimpa Ketua Dewan Koperasi Indonesia ini ketika dituntut dalam kasus gula impor pada September 2005. Namun, dakwaan terhadapnya ditolak majelis hakim pada 15 Desember 2005 karena berita acara pemeriksaan (BAP) perkaranya cacat hukum.
NH sendiri telah mengakui pernah menerima hukuman pidana. Ia berujar, kasus yang menimpanya bersifat politis sebab memperjuangkan kebutuhan rakyat saat itu.
“Perlu juga masyarakat tahu, bahwa keputusan yang saya ambil pada saat itu untuk kepentingan masyarakat banyak. Atas itu, saya berani mengambil risiko,” tuturnya.
Karena itu pulalah, Ketua Harian Golkar ini kembali ke Sulsel dan bertarung melalui pilgub untuk menunaikan ikrarnya saat di balik jeruji besi. Dirinya menginginkan kehidupan di Sulsel, kampung halamannya, menjadi lebih sejahtera. (*****)
Komentar