Oleh Syamsul Bahri Majjaga (Wakil Ketua KNPI Sulsel)
KETIKA kita berbicara tentang kehidupan seks, bahkan orang yang paling percaya diri sekalipun mungkin akan kembali memilih diam dan tidak membicarakannnya. Bagiku, ini adalah respon wajar. Tentu saja, sebab hal pertama yang akan membantah ini adalah otak mental blok kita.
Di sanalah prilaku yang saat ini menerima reaksi instan dan membanjiri organ tubuh kita dengan semua pesan konstruktif budaya. Bayangkan, ketika kita berada dalam kondisi ingin bercerita, begitu romansanya meningkat, sesuatu menelisik jauh masuk ke dalam membisik lembut keheningan sukma kita daam dilema tubuh manusia yang bekerja untuk sukses memenuhi cita-cita yang dibangun secara budaya.
Baca Juga :
Seharian melihat frekuensi warganet di beberapa situs berjejaring ramai riuh dalam ragam respon terkait video dua pasangan sejoli yang memakai baju serangan sekolah berwarna biru beredar di ruang publik, yang ( katanya) pakaian yang dikenakannya, hasil zoom pencahayaan “Blizt“ camera smartphone milik mereka, baju seragam itu di yakini sebagai seragam siswa salah satu SMK di Bulukumba.
Sebagai warga Bulukumba, tentu sangat tidak ingin membenarkan moment ini berlalu begitu saja dalam kamar kamar virtual milikku. Sejujurnya, dalam cara yang unik, sangat aneh, saya ingin memulai ulasan dengan bertanya pada diriku sendiri. Apakah saya ini normal? Tidak apa-apa. Saya memiliki sekian puluh menit dalam hari ini untuk menemukan jawaban kritis diriku sendiri.
Maaf, saya tertanya sangat normal. Dan sebagai bagian dari “Generasi aplikasi“, yang dituntut untuk berkemampuan kompromi terhadap setiap detik waktu untuk selalu siap dan realis. Saya berkeyakinan setelah membaca kejadian itu, bahwa saat ini, kita benar benar memerlukan ruang kelas baru untuk bicara “Blizt“ tidak hanya sebatas fitur tapi jauh melampaui itu iya sebagai cahaya penuntun untuk menemukan banyak kisah Fiksi ilmiah yang meigisi setiap daftar bacaan fantasi untuk menumbukan kreativitas remaja didik di lingkungan sekolah“.
Kusarakan untuk mengenal karya penulis buku Cinderella Ate My Daughter menawarkan beberapa gambaran mata jernih tentang pemandangan baru yang dihadapi gadis-gadis seksual di panggung sekolah menengah hingga perguruan tinggi dan mengungkapkan bagaimana mereka menegosiasikannya. Sekali lagi, dengan hormat setelah itu, dengan penuh rasa cinta, kasih dan penuh hormat mari, kita menghentikan untuk menghukumnya. Sukacita datang dari mencintai apa yang benar, bahkan jika itu bukan yang diajarkan pada Anda untuk diharapkan.
Saya ingin menjeda situasi mereka dengan bertanya sesuatu yang kupertanyakan untuk diriku di balik pintu. “Pernahkah kamu dipermalukan karena seksualitasmu, dan siapa yang tidak? Pintu itu ada di sana berusaha melindungi Anda dari isolasi dan penilaian sosial. Dan jika kamu pernah menggunakan seksualitasmu sebagai senjata, atau jika kamu seorang yang selamat dari kekerasan seksual, pintu kamu di sana melakukan pekerjaan yang sangat penting“.
Sekarang, bersama seorang Victoria Beltran, pendidik sek dari University of South Florida St. Petersburg sedang ingin mengajak siapapun untuk ikut menjeda pertanyaanku dan mencoba menemui sepasang remaja tersebut dalam suka cita situs jejaring digital yang tanpa beban membahas hubungan seksual sebagai bentuk ketidaksenangan atas perilaku personalnya atau menolak menerima perilakunya karena kesalahan dalam menentukan ruang.
Sementara, sebaiknya, kita memfokuskan obrolan media sosial kita dengan menarik kembali tirai pada kebenaran yang tersembunyi, rangkailah peristiwa pelajar itu sebagai pelajaran sulit, dan temukanlah beberapa kemungkinan penting dalam pendidikan kehidupan fiksi di dalam kurikulum Extra generasi aplikasi tindak sekolah menengah.
Sebab, masalah-masalah seperti ini terjadi karena kegagalan membuka dialog tentang subteks seks dan norma budaya dalam kehidupan yang kuat, memberikan informasi yang komprehensif dan mendalam kepada mereka untuk dipahami, dan dinavigasi pada dunia baru yang
Komentar