Jakarta, Trotoar.id – Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta resmi memperberat hukuman mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) menjadi 12 tahun penjara dari sebelumnya 10 tahun.
Selain penambahan hukuman penjara, Syahrul juga dikenakan denda sebesar Rp500 juta serta diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp44,26 miliar dan US$30 ribu.
Jika uang pengganti tersebut tidak dibayarkan, hukuman penjara SYL akan diperpanjang lima tahun lagi.
Baca Juga :
Keputusan ini disampaikan oleh Ketua Majelis Hakim PT DKI, Artha Theresia, dalam sidang yang digelar Selasa (10/9/2024).
Majelis hakim menyatakan bahwa hukuman awal belum memenuhi rasa keadilan publik, sehingga diperlukan peningkatan hukuman untuk memberikan efek jera.
“Pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa Syahrul Yasin Limpo belum mencerminkan rasa keadilan masyarakat. Hukuman harus diperberat agar ada efek jera dan menciptakan pemerintahan yang bersih dari korupsi,” kata Artha.
Kasus yang menjerat SYL terjadi saat ia menjabat sebagai Menteri Pertanian. Bersama sejumlah pejabat Kementerian Pertanian, termasuk Muhammad Hatta dan Kasdi Subagyono, SYL terbukti melakukan pemerasan dalam proyek-proyek pengadaan alat pertanian.
Hasil pemerasan tersebut kemudian dinikmati secara pribadi oleh SYL, sebuah fakta yang diungkapkan dalam persidangan oleh jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Putusan ini sejalan dengan tuntutan yang diajukan oleh KPK, yang sebelumnya telah meminta hukuman lebih berat.
Namun, PT DKI memutuskan untuk memperpanjang hukuman tambahan menjadi lima tahun penjara jika SYL gagal membayar uang pengganti, lebih berat dari tuntutan awal yang hanya meminta tambahan empat tahun.
Majelis hakim menekankan bahwa SYL, sebagai seorang pejabat publik dengan jabatan tinggi, seharusnya menjadi teladan dalam tata kelola pemerintahan yang bersih.
Namun, keterlibatannya dalam kasus korupsi ini merusak citra pemerintah dan melukai kepercayaan masyarakat terhadap pejabat publik.
Oleh karena itu, hukuman dari pengadilan tingkat pertama dianggap tidak cukup untuk menegakkan keadilan.
Dalam putusannya, majelis hakim juga mempertimbangkan bahwa sejumlah aset yang dimiliki oleh SYL dan keluarganya terbukti berasal dari hasil tindak pidana pemerasan.
Fakta ini menjadi salah satu alasan utama mengapa hukuman SYL diperberat oleh PT DKI.
Kasus korupsi yang melibatkan mantan Gubernur Sulawesi Selatan ini telah menjadi sorotan publik, mengingat peran penting SYL dalam pemerintahan sebelumnya.
Putusan ini semakin memperkuat perhatian masyarakat terhadap pentingnya pemberantasan korupsi di tingkat pejabat tinggi.
Dengan putusan terbaru ini, Syahrul Yasin Limpo harus menjalani hukuman yang lebih panjang dan menghadapi risiko penambahan hukuman penjara jika tidak dapat membayar uang pengganti yang diwajibkan oleh pengadilan.
Putusan ini diharapkan menjadi peringatan bagi pejabat publik lainnya agar tidak terlibat dalam tindak pidana korupsi.
Komentar