Makassar, Trotoar.id – Mengacu pada ketentuan selisih hasil Pilkada 2024, Kota Palopo dan Kabupaten Jeneponto berpotensi mengajukan sengketa hasil Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Hal ini didasarkan pada syarat selisih perolehan suara yang diatur untuk Pilkada Wali Kota/Bupati.
Berdasarkan data jumlah penduduk, Kabupaten Jeneponto memiliki 422.027 jiwa, sedangkan Kota Palopo 177.526 jiwa.
Baca Juga :
Dengan jumlah tersebut, kedua daerah masuk dalam kategori syarat selisih maksimal 2% dari total suara sah untuk mengajukan gugatan sesuai ketentuan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Hasil Sementara Kabupaten Jeneponto
Dikutip dari laman https://data-pemilu.pages.dev/, hasil sementara menunjukkan:
Paris Yasir-Islam Iskandar memperoleh 89.000 suara (41,98%).
Muhammad Syarif-Nier Alim Qalby memperoleh 87.819 suara (41,44%).
Selisih suara antara kedua pasangan calon adalah 1.181 suara, atau setara dengan 0,55% dari total suara sah.
Hasil Sementara Kota Palopo
Untuk Kota Palopo, hasil sementara menunjukkan:
Trisal Tahur-Akhmaf Syarifuddin memperoleh 33.933 suara (35,81%).
Farid Kasik Hudas-Nurhaeini memperoleh 33.338 suara (35,28%).
Selisih suara antara kedua pasangan calon adalah 595 suara, atau setara dengan 0,53% dari total suara sah.
Saat ini, proses rekapitulasi hasil suara Pilkada di tingkat kabupaten/kota, baik di Kota Palopo maupun Kabupaten Jeneponto, masih berlangsung. KPU dijadwalkan menetapkan hasil perolehan suara Pilkada paling lambat pada 16 Desember 2024 melalui rapat pleno terbuka.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, berikut adalah batasan selisih suara untuk pengajuan sengketa hasil Pilkada di MK:
Kabupaten/kota dengan penduduk hingga 250 ribu jiwa: selisih maksimal 2%.
Penduduk 250–500 ribu jiwa: selisih maksimal 1,5%.
Penduduk 500 ribu–1 juta jiwa: selisih maksimal 1%.
Penduduk lebih dari 1 juta jiwa: selisih maksimal 0,5%.
Dengan hasil sementara yang terpaut selisih di bawah 2%, baik Kota Palopo maupun Kabupaten Jeneponto berpeluang besar untuk mengajukan sengketa hasil Pilkada ke MK jika para kandidat merasa dirugikan.
Langkah ini merupakan bagian dari mekanisme hukum yang mendukung transparansi dan keadilan dalam proses demokrasi.
Komentar