Jakarta, Trotoar.id — Mahkamah Konstitusi (MK) resmi memutuskan bahwa pelaksanaan pemilihan umum akan dibagi menjadi dua tahap terpisah, dengan jeda waktu paling cepat dua tahun setelah pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
Dalam sidang putusan uji materi di Gedung MK Jakarta, Kamis (26/6/2025), Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan atas gugatan terhadap Undang-Undang Pemilu dan Pilkada yang diajukan oleh Yayasan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Berdasarkan putusan MK, penyelenggaraan Pemilu dibagi menjadi dua tahap:
- Tahap Pertama: Pemilu nasional, mencakup Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres), Pemilu DPR RI, dan DPD RI.
- Tahap Kedua: Pemilu tingkat daerah, mencakup Pemilihan DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, serta Pilkada Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Baca Juga :
MK menegaskan bahwa pemungutan suara untuk Pileg DPRD dan Pilkada dilakukan secara serentak dalam rentang waktu paling cepat dua tahun dan paling lambat dua tahun enam bulan setelah pelantikan DPR, DPD, Presiden, dan Wakil Presiden hasil Pemilu Nasional.
Dalam amar putusan, MK menyatakan bahwa sejumlah pasal dalam UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan UU No. 8 Tahun 2015 tentang Pilkada dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 jika tidak ditafsirkan sesuai putusan ini.
Pasal-pasal tersebut meliputi: Pasal 167 Ayat (3) dan Pasal 347 Ayat (1) UU Pemilu, Pasal 3 Ayat (1) UU Pilkada
“Ketentuan tersebut tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat jika tidak dimaknai bahwa pemungutan suara untuk DPRD dan Pilkada dilakukan serentak dua hingga dua setengah tahun setelah Pemilu Presiden, DPR, dan DPD,” ujar Ketua MK Suhartoyo.
Putusan ini akan membawa dampak besar terhadap penataan ulang jadwal pemilu ke depan, termasuk kesiapan teknis dan administratif penyelenggara pemilu seperti KPU, Bawaslu, serta pemerintah daerah.
Selain itu, keputusan ini juga akan memengaruhi strategi partai politik dalam menyusun tahapan kampanye dan konsolidasi kekuatan baik di tingkat nasional maupun daerah.
Permohonan uji materi ini diajukan oleh Yayasan Perludem, yang diwakili oleh Ketua Pengurus Yayasan Khoirunnisa Nur Agustyati dan Bendahara Irma Lidarti.
Mereka menilai bahwa penyelenggaraan pemilu yang selama ini dilakukan serentak secara penuh justru mengganggu efektivitas, keadilan, dan prinsip keserentakan yang ideal dalam demokrasi.
Putusan MK ini sekaligus menjadi pijakan hukum baru bagi penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada ke depan agar lebih tertata, terukur, dan sesuai dengan amanat konstitusi.
Komentar